Apakah Sahabat Anda Sudah Layak Disebut Sahabat?
Kita
biasanya menilai sahabat itu beda dengan hanya sekedar teman. Sahabat biasanya sudah
lama kita kenal. Sahabat itu berawal dari pertemanan. Awalnya saling kenal,
saling memperhatikan, saling berbagi baru lanjut sebagai teman dekat. Namun itu
belum bisa dikatakan sebagai seorang sahabat.
Seorang
sahabat itu hampir 11/12 dengan saudara kandung kita. Bedanya hanya lain
ibu dan ayah. tidak ada pertalian darah. Yang ada hanya pertalian hati.
Untuk
menjadikan seseorang itu bisa disebut sahabat kita tentu kita tidak bisa
semudah itu. Banyak persyaratan yang kita tentukan. Kayak seleksi penerimaan
karyawan aja nii… he he he…
Kita
harus benar-benar teliti sebelum menjadikan seseorang itu benar-benar kita
anggap sebagai sahabat. Kita harus benar-benar menyamakan visi dan misi. Udah
kayak mau nikah aja ya? He he he…
Ya
seperti itulah kira-kira… tak mudah memang untuk mendapatkan seorang sahabat.
Apalagi di dunia yang sama-sama kita kenal saat ini.
Antara
teman dan lawan beda tipis. Seorang
teman bisa saja sewaktu-waktu berubah menjadi lawan. Dan seorang lawan kadang
bisa saja berubah wujud menjadi seorang teman.
Sahabat
tidak menilai anda dengan harta kekayaan, tidak dengan ketampanan/kecantikan
wajah, kepintaran, bentuk tubuh anda yang menawan, namun yang dicari adalah kebesaran
dan kelapangan hatinya.
Hati
yang lapang itu seperti apa? Apa lapangnya selapang gawang lapangan sepakbola?
Hati
yang besar itu seperti apa? Sebesar buah kelapa?
Hmm…
hanya anda yang bisa merasakannya sendiri…
Apakah
saat ini anda mempunyai seorang sahabat? Kalau iya, apakah anda sudak yakin
kalau ia adalah sahabat terbaik anda?
Yakin
gak nii…
serius…
apa
buktinya…?!
Patut
bagi anda untuk mencari tahu apakah ia benar-benar layak dijadikan sahabat. Mau
tahu caranya? Mudah saja… silahkan transfer uang ke rekening saya… he he he…
gak kok…
Begini
caranya… sesuai dengan yang pernah saya lakukan…
Mula-mula,
anda pinjam sesuatu barang yang anda anggap barang tersebut merupakan barang
yang penting baginya. Kalau yang saya pinjam waktu itu flashdisk-nya yang
berisi beberapa file tugas miliknya.
Kemudian,
diamkan barang tersebut dengan anda. Jangan diberikan sampai ia sendiri yang
memintanya. Undur-undur saja waktunya. Katakan padanya nanti saja. Sebentar
lagi masih ada yang perlu. Coba untuk diundur-undur waktunya. Sampai iya lupa
untuk memintanya kembali.
Lalu,
ketika ia sudah kembali ingat dan meminta barang tersebut kepada anda, dengan
mimik seperti orang yang melakukan kesalahan anda sampaikan maksud perihal
barang tersebut. Katakan dengan rasa bersalah bahwa barang tersebut tidak
sengaja dihilangkan. Sampaikan alasan terbaik anda. Kemudian tunggu tanggapan
seperti apa yang akan keluar dari mulutnya.
Jika
ia marah pada anda sambil mengumpat atau semacamnya maka anda diamkan saja.
Biarkan ia sepuasnya mengata-ngatai anda. Dengarkan saja dengan seksama. Jangan
sampai anda membalasnya atau bahkan ketawa karena itu akan membuatnya curiga.
Biarkan ia meluapkan emosinya sampai puas.
Jika
hal seperti itu yang terjadi maka yang harus anda lakukan ketika ia diam dan
akan meninggalkan anda barulah anda beraksi. Dengan tanpa kata-kata sedikitpun
anda sodorkan barang tersebut.
Dari
sana anda bisa menyimpulkan bahwa ia ternyata belum layak disebut sahabat.
Karena ia masih belum rela jika anda menggunakan atau bahkan menghilangkan
barangnya. Dia bukanlah sahabat anda!
Ia
baru layak disebut sahabat anda jika tanggapannya seperti ini; ia tersenyum.
Kemudian mencoba menanyakan baik-baik tanpa emosi perihal kehilangannya.
Bagaimana kronologi barang tersebut bisa sampai hilang. Ketika anda
menjelaskannya kemudian ia bisa melapangkan dada. Ia merelakan kehilngan itu
dan mungkin membalas apa yang telah anda lakukan itu dengan penuh sabar maka
barulah ia sosok yang anda cari. Anda layak menyebutnya sahabat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar